This post is also available in: English
Pagi itu, Nur Ain Lapolo (Ain) berbagi kisahnya. Di layar saya, terpancar senyum dan salam hangat dari wajah-wajah akrab dari seluruh Indonesia, dari Sumatra di barat hingga Maluku di timur.
“Kami mulai dengan memantau dampak COVID-19 pada masyarakat dan menemukan bahwa mereka sangat membutuhkan bantuan untuk memasarkan produk mereka,” ucap Ain, Direktur Japesda, sebuah organisasi di Gorontalo, Sulawesi Tengah, dalam pertemuan virtual dengan lebih dari 30 perwakilan dari 13 organisasi berbeda melalui aplikasi Google Meet.
Pertemuan ini adalah bagian dari ‘Kumpul Mitra’ yang diinisiasi oleh Blue Ventures, sebuah forum untuk berbagi dan belajar secara daring. Di sinilah, mitra-mitra Blue Ventures dari seluruh Indonesia berkumpul untuk berbagi pengetahuan dan membahas masalah yang berdampak pada pekerjaan mereka dalam mendukung upaya konservasi laut berbasis masyarakat.
Selama dua bulan terakhir, Kumpul Mitra telah menjadi satu-satunya cara bagi kami untuk saling terhubung dengan satu sama lain. Meskipun kami semua berasal dari pulau yang berbeda, rasanya tidak begitu jauh ketika saya mendengar suara Ain melalui headphone saya … Ya, meski kadang tak sepenuhnya jernih ketika koneksi terputus.
“Kami menginisiasi ‘Fish Fresh’, platform online untuk produk makanan laut dari komunitas nelayan Torosiaje di Kecamatan Popayato, dan juga ‘Ramba-ramba Online‘ (rempah-rempah) untuk menjual produk pertanian dari komunitas petani yang kami dampingi,” jelas Ain dengan rendah hati ketika menerangkan inisiatif besarnya.
Hari itu, saya memoderatori sesi Kumpul Mitra yang membahas topik ‘Nelayan menghadapi krisis COVID-19’. Ain menuturkan inisiatif Japesda dalam mendukung masyarakat di masa sulit ini. Dia menunjukkan kepada kami beberapa poster menarik dari kedua pasar online yang baru diluncurkan, lengkap dengan kontak Japesda bagi pelanggan untuk memesan secara online melalui aplikasi WhatsApp.
“Melalui Divisi Pengembangan Ekonomi, Japesda akan terus mengembangkan skema bisnis ini dengan melihat peluang pasar dan bekerja sama dengan beberapa mitra potensial untuk membantu memasarkan produk-produk nelayan dan petani,” tambah Ain.
Di Indonesia, pandemi COVID-19 telah mempengaruhi daya beli nelayan karena rantai pasokan perikanan terputus.
Di Indonesia, pandemi COVID-19 telah mempengaruhi daya beli nelayan karena rantai pasokan perikanan terputus. Sebagai contoh, akibat dari pembatasan perdagangan global, perusahaan tidak lagi dapat mengekspor gurita ke negara tujuan mereka sehingga harga gurita di Indonesia pun anjlok. Sekarang, gurita ditangkap hanya untuk konsumsi domestik, dan hanya dijual di pasar lokal yang jumlah pengunjungnya pun lebih sedikit dari biasanya.
Sejak krisis COVID-19, ukuran gurita yang ditangkap tidak lagi berpengaruh pada harga jualnya. Sedangkan sebelumnya, gurita yang lebih besar memiliki harga per kilogram yang lebih tinggi.
Namun, melalui ‘Fish Fresh’, Japesda telah menemukan cara bagi para nelayan yang menangkap ikan dengan cara yang ramah lingkungan untuk tetap mendapatkan penghasilan. Ikan yang dijual tersebut ditangkap menggunakan pancing, tidak menggunakan racun atau bom, atau alat tangkap yang merusak lainnya.
Nelayan sekarang dapat menjual hasil tangkapan mereka kepada pembeli kelas menengah di Kota Gorontalo yang bersedia membayar lebih untuk produk ramah lingkungan. Hal ini juga berlaku untuk komunitas petani yang didukung Japesda yang mempraktikkan pertanian organik.
Masyarakat pesisir butuh dukungan
Di wilayah Timur Indonesia, khususnya di Nusa Tenggara Timur, para nelayan gurita di Arubara dan Mourongga di pesisir Kabupaten Ende juga terdampak akibat penurunan harga selama dua bulan terakhir.
Untuk mendukung komunitas-komunitas ini, Yayasan Tananua Flores bekerja sama dengan organisasi MISEREOR dan pemerintah daerah telah menyediakan bantuan makanan dan pendidikan pencegahan COVID-19, serta alat pelindung diri (APD) bagi para petugas kesehatan, termasuk pelindung wajah, dan peralatan mencuci tangan.
Secara total, tim Tananua berhasil mendistribusikan 10 ton beras, lebih dari 500 unit alat pencuci tangan, 2.500 masker yang dapat digunakan kembali, dan 1.000 unit cairan pencuci tangan.
Bekerja bersama masyarakat bukan hanya tentang kemajuan yang kita capai sewaktu situasi normal, tetapi juga tentang menunjukkan dukungan kita selama masa-masa paling sulit,” kata Hironimus Pala, Direktur Tananua.
Kepala Pengembangan Masyarakat Tananua, Benjamin Gosa, menunjukkan kepada saya beberapa poster pendidikan yang menarik dengan menggunakan bahasa lokal. “Kami sangat senang bisa mendukung masyarakat setempat. Masyarakat pesisir mengalami masa tersulit, dan mereka membutuhkan lebih banyak bantuan serta pendidikan untuk mencegah penyebaran COVID-19”.
Bersama menciptakan solusi
Pandemi COVID-19 memiliki dampak yang besar terhadap masyarakat pesisir di masing-masing wilayah kerja mitra Blue Ventures. Sebagian besar nelayan sekarang mengalami penurunan, bahkan kehilangan pendapatan. Tetapi, harga makanan pokok, seperti beras dan gula, malah naik. Ditambah lagi, dengan beredarnya informasi yang salah tentang COVID 19 semakin meningkatkan perasaan cemas di masyarakat.
Organisasi mitra menemukan bahwa dampak sosial dan kurangnya pasokan pangan telah menjadi masalah paling mendesak yang perlu ditangani di lapangan. Walaupun dengan segala tantangan yang dialami, mitra kami tetap cergas, adaptif, dan tanggap untuk menciptakan solusi.
Beberapa bahkan menyarankan untuk menghidupkan kembali sistem barter tradisional, misalnya menukar beras untuk ikan.
Dalam diskusi Kumpul Mitra, beberapa ide besar muncul tentang bagaimana organisasi dapat mendukung nelayan, seperti mengembangkan rantai pasokan lokal dengan menggunakan teknologi baru, menciptakan lumbung pangan masyarakat, dan mendistribusikan bantuan COVID-19 untuk menanggapi kebutuhan lokal. Beberapa bahkan menyarankan untuk menghidupkan kembali sistem barter tradisional, misalnya menukar beras untuk ikan.
Pandemi yang saat ini terjadi juga mendorong para mitra untuk mengeksplorasi cara meningkatkan jaminan sosial masyarakat dalam jangka panjang, termasuk diversifikasi mata pencaharian nelayan, memulai program pengelolaan keuangan rumah tangga, menerapkan pendekatan perspektif gender untuk menanggapi dampak COVID-19, dan memperkuat sistem kesehatan di daerah terpencil dan pulau-pulau yang sulit dijangkau.
Meskipun mereka bekerja dalam konteks dan di provinsi yang berbeda dengan pendekatan yang berbeda, jaringan organisasi konservasi kami di Indonesia semuanya memiliki visi yang sama, yaitu untuk mendorong konservasi yang dipimpin masyarakat dengan memperkuat dan menyatukan organisasi mitra lokal.
Selama memoderasi diskusi Kumpul Mitra, saya benar-benar terinspirasi oleh inisiatif yang digagas mitra kami untuk mengatasi krisis. Meskipun pandemi COVID-19 tetap menjadi ancaman di seluruh Indonesia dan dunia, saya merasa ada harapan untuk masa depan. Krisis yang terjadi telah menghadirkan tantangan dan memaksa kita semua untuk berpikir secara berbeda. Kami pun ditantang untuk beradaptasi dengan situasi baru dan menemukan cara-cara baru untuk bekerja sama, terlepas dari jarak fisik.
Dan sampai kita dapat secara langsung bertatap muka, melalui Google Meet kita akan berjumpa.